Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Pengembangan KTSP PAI
KURIKULUM SEBAGAI
SISTEM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Kelompok ii PGMI-1
Semester vi
·
Desi nirmaya sari
·
Nurhajizah
·
Nurul Palah HSB
·
Putri Saroza
·
Sulastri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan masalah
kurikulum yang menjadi pembahasan tulisan ini maka kurikulum sebagai obyek kita
pandang sebagai sistem yang terdiri komponen-komponen yang satu dengan yang
lain saling berhubungan dan bergantung.
Banyak analisa yang dilakukan terhadap
kurikulum sebagai suatu sistem di mana antara analisa yang satu dengan yang
lain mempunyai banyak kesamaan dalam memandang kurikulum sebagai sekumpulan
pengalaman belajar.
Kualitas proses belajar mengajar sangat
dipengaruhi oleh
kualitas kinerja guru. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kemampuannya guru
dalam proses belajar-mengajar, perlu secara terus-menerus mendapatkan perhatian
dari penanggung jawab sistem pendidikan. Peningkatan ini akan lebih berhasil
apabila dilakukan oleh guru dengan kemauan dan usaha mereka sendiri. Namun,
seringkali guru masih memerlukan bantuan dari orang lain, karena ia belum
mengetahui atau belum memahami jenis, prosedur, dan mekanisme memperoleh
berbagai sumber yang sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan kemampuan
mereka. Pengetahuan tentang supervisi memberikan
bantuan kepada guru dalam merencanakan dan
melaksanakan peningkatan profesional mereka dengan memanfaatkan sumber yang
tersedia.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
pada makalah ini adalah sebagai berikut
:
1.
Apakah
pengertian kurikulum dan sistem?
2.
Apakah
pengertian kurikulum sebagai sistem?
3.
Apakah
komponen-komponen dalam kurikulum?
1.3
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
memnuhi tugas mata kuliah KTSP PAI di semester VI.
2.
Untuk
mengetahui pengertian kurikulum sebagai sistem.
3.
Untuk mengetahui komponen-komponen dalam kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kurikulum dan Sistem
2.1.1
Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah program
pembelajaran yang direncanakan oleh lembaga pendidikan secara sistematik untuk
mencapai kelancaran dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pendidikan.
Beberapa pengertian kurikulum
ditinjau dari beberapa sudut pandang :
1. Pengertian
Kurikulum Secara Etimologis
Webster’s Third New International
Dictionary menyebutkan
kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre
yang berarti :
a. Berlari cepat
b. Tergesa-gesa
c. Menjalani
Currerre dikatabendakan menjadi Curriculum
yang berarti :
a. Lari cepat, pacuan, balapan
berkereta, berkuda, berkaki.
b. Perjalanan,
suatu pengalaman tanda berhenti.
c.
Lapangan
perlombaan, gelanggang, jalan
2. Pengertian Kurikulum Secara
Tradisional
Kurikulum dipandang sebagai rencana
pelajaran di suatu sekolah yang mencakup pelajaran-pelajaran dan materi apa
yang harus ditempuh di sekolah. Misalnya, penyusunan kurikulum SD yang isinya
sejumlah mata pelajaran yang diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
3. Pengertian Kurikulum Secara Modern
Kurikulum ditinjau dari pandangan
modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu
pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
4. Pengertian Kurikulum Dari Berbagai
Ahli
F Menurut George A. Beaucham (1976
hal 58-59), kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori yaitu teori
kurikulum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga sebagai rencana
pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian
dari sistem persekolahan.
F Menurut Harsono (2005),
kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam
bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat
ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum
tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program
pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
F Kurikulum ialah suatu program
pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang
diprogramkan, direncanakan, dan dirancang secara sistematik atas dasar
norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi
tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. (Prof.
Drs. H. Darkir).
Pengertian kurikulum senantiasa
berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangannya baik secara teori maupun
secara praktiknya dalam dunia pendidikan, maka dari itu tidaklah mudah untuk
menemukan pengertian kurikulum yang tepat secara teoritis. Pengertiankurikulum
secara tradisional. Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan
dipakai dalam dunia pendidikan yang berarti “sejumlah pelajaran yang harus
ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian ini lebih
ditekankan bahwa kurikulum dipandang sebagai rencana pembelajaran di suatu
sekolah yang mencakup pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di
sekolah, itulah kurikulum. Pengertian tradisional ini telah diterapkan dalam
penyusunan kurikulum seperti kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran
Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata
pelajaran yang diberikan pada sekolah dasar kelas I s.d. kelas VI.
2.1.2 Pengertian Sistem
Kata sistem sendiri
berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma)
adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan
bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi.
Beberapa pandangan
ahli mengenai Sistem :
F Menurut Ludwig Von
Bartalanfy, “Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam
suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.”
F Menurut Anatol
Raporot, “Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu
sama lain.”
F Menurut L. Ackof, “Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual
atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu
sama lainnya”.
Jadi, sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen yang saling
berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk
mencapai suatu tujuan.
2.2 Kurikulum
Sebagai Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan sejumlah
elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb) yang terkait dalam proses
atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan organisasai dalam
mencapai satu tujuan.
Jika pemahaman sistem diatas
dipergunakan melihat kurikulum itu ada sejumlah komponen yang terkait dan
berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, dipandang
sistem terhadapa kurikulum, artinya kurikulum itu dipandang memiliki sejumlah komponen-komponen
yang saling berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan.
Definisi diatas memberikan gambaran
bahwa pendekatan sistem dalam pengembangan kurikulum merupakan bentuk berputar
dan dinamis dimana empat komponen dari suatu model saling berhubungan. Jadi
dapat disimpulkan dilihat dari gambar diatas bahwa anatara satu komponen dengan
komponen yang lain mempunyai hubungan erat dan tidak dapat dipisahahkan hal itu
ditunjukkan dengan tanda panah yang memiliki dua mata panah.
Kurikulum
dapat diumpamakan sebagai suatu organism manusia ataupun binatang yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur
atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan,
isi atau materi, proses atai sistem penyampaian dan media serta evaluasi.
Kekempat komponen tersebut berkaiatan erat satu sama lain. Suatu kurikulum
harus memiliki relevansi. Relevansi ini meliputi dua hal, yaitu :
a.
Relevansi
antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan
masyarakat.
b.
Relevansi
anatara komponen-komponen kurikulum.
2.3 Komponen-komponen Kurikulum
2.3.1 Komponen Tujuan
Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat tujuan; yang
satu dengan yang lain merupakan suatu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita
pendidikan dalam konteks pembangunan manusia Indonesia.
Seperti telah
dikemukakan dalam bagian yang lalu, kurikulum merupakan suatu program untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum
suatu ekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai
melalui sekolah yang bersangkutan.
Ada dua jenis
tujuan yang terkandung di dalam kurikulum :
1.
Tujuan Yang Ingin
Dicapai Sekolah Secara Keseluruhan
Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah mempunyai
sejumlah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan
dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki
murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah
tersebut.
Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan
Institusional atau tujuan lembaga, misalnya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG
dan seterusnya. Atas dasar tujuan-tujuan Institusional inilah kemudian
ditetapkan bidang-bidang studi atau bidang pengajaran yang akan diajarkan pada
sekolah yang bersangkutan.
2.
Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Di samping
tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, setiap
bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang
ingin dicapainya. Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam bentuk pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki oleh murid setelah
mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu. Oleh karena itu ada
tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu keguruan di SPG, dan
sebagainya.
Tujuan-tujuan
setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tertentu ada yang kita sebut
tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan instruksional, di mana
tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler.
Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional inilah kemudian ditetapkan
bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang studi pada suatu sekolah
tertentu.
Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas
tentang tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada
di Indonesia.
Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan Nasional,
kemudian tujuan institusional, tujuan kurikuler sampai pada tujuan
instruksional.
F Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan
pendidikan yang tertinggi dalam kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat umum
dan sangat ideal, yang penggambarannya disesuaikan dengan falsafah negara yaitu
Pancasila.
Dalam
perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara
jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisterm Pendidikan
Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang
merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam
tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap
jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
- Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
F Tujuan
Institusional
Tujuan pendidikan institusional tersebut
kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan
yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap
sekolah atau satuan pendidikan.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh tujuan kurikuler
yang berkaitan dengan pembelajaran ekonomi, sebagaimana diisyaratkan dalam
Permendiknas No. 23 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
:
1.
Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP/MTS
- Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
- Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
- Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
- Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2.
Tujuan Mata Pelajaran Ekonomi di SMA
- Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi dilingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan negara
- Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi yang diperlukan untuk mendalami ilmu ekonomi
- Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen, dan akuntansi yang bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan negara
- Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial ekonomi dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional
3.
Tujuan Mata Pelajaran Kewirausahaan pada SMK/MAK
- Memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di lingkungan masyarakat
- Berwirausaha dalam bidangnya
- Menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya
- Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha.
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari
pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak
dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan
pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan
lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the
student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before”
(Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain, tujuan
pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku
spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk
pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam
aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2.3.2 Materi
Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan
teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal
yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis,
dalam bentuk :
- Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
- Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
- Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
- Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
- Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
- Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
- Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
- Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
- Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
- Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan
peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia
peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang
didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas
sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari
masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan
tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan
banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan
diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi
bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari
filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam
menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk
menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat
tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk
menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya
untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
- Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
- Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
- Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
- Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
- Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi,
ada beberapa cara penyusunan materi
pembelajaran, yaitu :
- Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
- Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
- Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
- Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
- Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
- Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
- Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
- Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
2.3.3
Komponen Strategi Pembelajaran
Teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum
terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini
tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran
yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah
penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh
kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun
keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih
berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran
dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik
hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari
guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat
penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain
itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut
mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme,
yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu
sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara
yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui
dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode
dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari
guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi,
simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran
guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai
fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang
kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk
mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan
belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha
mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis
teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi
tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat
penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam
pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar
secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik
untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet
atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih
cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan
mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai
dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan
untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran
memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang
merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan
strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang
memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif,
kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
2.3.4
Komponen Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum
memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya
terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
- Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
- Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
- Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
- Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
- Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
- Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik,
yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
(4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya
dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan
dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan
lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran
bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
2.3.5
Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam
pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat
ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum
yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students
toward objectives or values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan
ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya
terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility)
program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam
kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of
personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance
of various subject, the degree to which objectives are implemented, the
equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu
program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya
evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi
keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem
kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi
adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan
syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and
valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth
and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada
dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering
mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi
kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif,
seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain.
Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan,
questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan
kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam
kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para
pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan
menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model
kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh
guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami
dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih
metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan
lainnya.
Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum,
diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang
bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan,
tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan
program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja
(performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu,
untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan
kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam menggolongkan
program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan
Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi
sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat
dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
- Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
- Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
- Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
- Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Sistem terhadap kurikulum, artinya kurikulum itu
dipandang memiliki sejumlah komponen-komponen yang saling berhubungan, sebagai
kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan.
·
Dalam komponen kurikulum ada hal yang perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan, yaitu:
a. Komponen
Tujuan
b. Komponen
Materi
c. Komponen Strategi
d. Komponen Organisasi
e. Komponen Evaluasi
3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah diharapkan dalam
penyusun bahan penjelasan mengenai komponen kurikulum agar lebih diperbaiki dan
lebih spesifik lagi, agar para pembaca dapat dengan mudah memahami materi yang
di bahas serta kita juga harus lebih menambah wawasan untuk mengetahui dan
mengembangkan ilmu yang telah dibahas dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
·
Depdiknas.
2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
·
Halimah, Siti. 2010. Telaah Kurikulum; Medan : Perdana Publishing
·
Neliwati, dkk. 2013. Pengembangan Kulum; Medan : Diktat
·
Sudjana, Nana 2002. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah: Bandung : Sinar
Baru Algensindo
·
Sukmadinata,
Nana. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.